Sabtu, 06 Desember 2008

catatan APBN 2008

Pendapatan negara dalam APBN 2008 sebesar Rp 761,4 triliun dan belanja sebesar Rp 836,4 triliun. Dari perbandingan pendapatan dan belanja, sudah dapat diketahui terjadi defisit sebesar Rp 75 triliun. Angka defisit ini cukup fantastis karena angkanya jauh lebih besar dari defisit 2007 yang hanya sebesar Rp 40,5 triliun. Penyebab tingginya defisit tersebut masih memuat cerita lama yaitu beban pelunasan utang dalam negeri dan pembayaran cicilan pokok utang luar negeri yang telah jatuh tempo hingga mencapai 106,6 triliun dan membiayai infrastruktur sebesar Rp 2,0 triliun.
Seperti yang dilakukan oleh pemerintah sebelumnya, untuk menutupi defisit lagi-lagi Pemerintah mengatasinya ala IMF yang sama sekali tidak berpihak kepada rakyat. Pembiayaan defisit itu antara lain dengan privatisasi BUMN sebesar Rp 1,5 triliun, penjualan aset program restrukturisasi perbankan Rp 300 milyar, penyertaan modal negara BUMN sebesar Rp 1,5 triliun, dan terbesar adalah penerbitan Surat Berharga Negara sebesar Rp 91,6 triliun serta penarikan utang luar negeri (yang baru) sebesar Rp 43 triliun.
Perlu diketahui pula bahwa di dalam APBN 2008 untuk pembayaran utang dan cicilan bunga utang dalam dan luar negeri alokasi dananya sangat besar, totalnya sampai mencapai Rp 151,2 triliun atau hampir mencapai 18,1% dari total anggaran. Angka tersebut jauh melampaui alokasi anggaran subsidi yang hanya sebesar Rp 92,6 (11,1 % dari total anggaran). Bahkan lebih jauh lagi jika dibandingkan dengan anggaran pendidikan yang hanya sebesar Rp 55,9 triliun (6,9% dari total anggaran), padahal banyak pihak berharap agar anggaran 20% untuk pendidikan dapat terpenuhi. Berdasarkan hitungan, jika ketentuan 20% anggaran pendidikan terpenuhi maka dana yang harus disediakan paling tidak sebesar Rp 167,3 triliun. Namun setelah mencermati dokumen APBN 2008, prosentase anggaran pendidikan justru semakin menurun menjadi 6,9% dari total anggaran dengan angka nominal Rp 55,9 triliun (berdasarkan belanja fungsi) jika dicermati pada anggaran anggaran Depdiknas adalah sebesar Rp 48,3 triliun. (yeeny sucipto)

Catatan 2008: "POTRET ANGGARAN KESEHATAN"

Indonesia masih menghadapi berbagai permasalahan khususnya gizi buruk.Tercatat 30% dari 110 juta atau sekitar 33 juta balita di Indonesia mengalami gizi buruk. Dari data itu, seharusnya kebijakan anggaran di sektor kesehatan harus segera ditargetkan 15% dari total anggaran atau Rp 125,5 triliun dalam APBN/P 2008, namun sayang di tahun 2008 anggaran kesehatan masih tidak beranjak dari angka 2,5% atau sebesar Rp 18,8 triliun.
Dari hasil penelusuran anggaran di Departemen Kesehatan untuk program pelayanan masyarakat golongan miskin hanya dialokasikan sebesar Rp 5,1 triliun ( 27,1%) padahal menurut hasil laporan susenas BPS tahu 2008 jumlah penduduk miskin sebanyak 34,96 juta jiwa (15,42%) dengan asumsi besar pelayanan kesehatan untuk masyarakat miskin adalah Rp 145,-/org/tahun. Dan parahnya untuk program perbaikan gizi masyarakat khususnya penanganan masalah kurang dan gizi buruk pada ibu hamil dan menyusui, bayi dan anak balita hanya dialokasikan sebesar Rp 600 milyar (3,2% dari total anggaran kesehatan), Asumsinya dengan alokasi sebesar Rp 600 milyar untuk 33 juta balita penderita kasus gizi buruk, hanya dialokasikan Rp 18.182,-/kasus balita/tahun.
Temuan lain dari hasil penelusuran, ternyata dari total anggaran kesehatan sebesar Rp 18,8 triliun ada rupiah bukan murni alias dana asing yang mengucur di Departemen Kesehatan sebesar Rp 1,5 triliun yang tersebar di beberapa program kegiatan baik dalam bentuk hibah/bantuan maupun dalam bentuk utang, antara lain:
1. Program kegiatan peningkatan kesehatan masyarakat - Ditjen Bina Kesehatan Masyarat (DHS – I ADB dan DHS – II ADB) yang masing-masing sebesar Rp 211,2 milyar dan Rp 10,8 milyar
2. Program kegiatan peningkatan kesehatan masyarakat – Ditjend Bina Kesehatan Masyarakat (SCHS – Uni Eropa) sebesar Rp 3,4 milyar
3. Program kegiatan penyediaan sarana air bersih dan sanitasi dasar masyarakat miskin – Ditjen Pengendalian Penyakt dan Penyehatan Lingkungan (WSLIC II – Australia)
4. Program kegiatan kebijakan manajemen sumber daya kesehatan – Badan Pengembangan dan Pemberdayaan SDM Kesehatan (PHP – III World Bank)
Tujuan umujm proyek DHS untuk meningkatkan akses dan mutu pelayanan kesehatan dan KB utamanya bagi penduduk miskin. Bantuan kesehatan dari Uni Eropa adalah sebesar Rp 450 milyar dan diberikan secara bertahap sejak tahun 2004, bantuan tersebut diberikan kepada tiga propinsi yang masyarakatnya dianggap miskin yaitu Jambi, Papua dan Sumatera Selatan.
Sedangkan kerjasama Australia dalam bentuk penyediaan air bersih dan sanitasi masyarakat dengan target sasaran adalah berpenghasilan rendah. WSLIC II merupakan proyek bertahap selama 6 tahun dengan nilai sebesar Rp US$ 106 juta yang dibiayai melalui bantuan hibah Australia, IDA. Dan sumbangan Australia sebesar Rp US$ 6,5 juta akan dikelola oleh Bank Dunia melalui kesepakatan pendanaan bersama, Departemen Kesehatan sepenuhnya bertanggung jawab atas pelaksanaan proyek tersebut.

Catatan 2008: "UTANG MENJADI BEBAN RAKYAT"

Dalam APBN 2008, pemerintah telah menganggarkan pembayaran utang luar negeri sebesar Rp 151,2 triliun dengan rincian pembayaran cicilan pokok sebesar Rp 59,7 triliun dan pembayaran bunga utang sebesar Rp 91,5 triliun. Beban tersebut setara dengan 3,2 kali dari pengeluaran untuk pendidikan, 8,1 kali pengeluaran pemerintah pusat untuk kesehatan. Pembayaran utang dan bunga utang yang sampai mencapai 20 - 40% dari total anggaran belanja negara dalam setiap tahunnya, dikhawatirkan akan mengancam stabilitas perekonomian nasional. Sebab anggaran untuk pembayaran utang dan bunga utang tersebut tidak hanya memberikan tekanan pada devisit, tetapi juga pada cadangan devisa. Ironisnya, walaupun telah menjadi ancaman nyata bagi perekonomian nasional, namun sampai saat ini belum ada upaya-upaya yang signifikan dari pemerintah untuk mengurangi beban utang tersebut. Memang dalam kurun waktu tiga tahun terakhir rasio utang Indonesia telah mengalami penurunan yang sebelumnya mendekati 100 persen Produk Domestik Bruto (PDB) menjadi sekitar 60 persen. Namun tetap harus disadari bahwa hal tersebut bukan berarti stok utang Indonesia berkurang, sebab Indonesia belum pernah meminta keringanan berupa pengurangan atau penghapusan utang kepada negara-negara donor.
Pemerintah sepertinjya enggan dalam menyelesaikan persoalan beban utang yang dihadapi, karena sama sekali tidak mengurangi utang, walaupun memang di satu sisi harus tetap diapresiasi karena memiliki nilai positif dalam konteks pemberantasan korupsi. Namun yang menjadi masalah pokok adalah bagaimana caranya agar Pemerintah dapat menghentikan kebiasaannya berutang agar tidak semakin menambah beban APBN. Namun sepertinya Pemerintah belum memiliki kesadaran akan hal ini. Di tahun 2008 ini Pemerintah sepertinya tetap akan terus berhutang, dalam bentuk proyek sebesar Rp 23,9 trilkiun dan pinjaman program sebesar Rp 19,1 triliun.
Gagasan lain yang cukup menarik untuk dikaji lebih mendalam dalam upaya mengurangi beban utang negara adalah perlu ditetapkannya regulasi yang khusus mengatur mengenai pembatasan utang negara. Regulasi tersebut menyangkut batasan-batasan atau larangan-larangan utang berikut transparasi dan syarat-syarat program dalam pengelolaan dana utangan. Dengan regulasi tersebut diharapkan akan ada kontrol yang kuat terhadap pemerintah ketika mencari utangan baru ke negara-negara donor. Selama ini belum ada aturan yang khusus mengatur tentang hal tersebut. Konstitusi kita (UUD 1945) hanya menyebutkan secara umum tentang beberapa hal penting yang menyangkut perjanjian internasional yang harus mendapatkan persetujuan DPR. Namun tentu ketentuan tersebut belum cukup karena masih harus diderivasikan ke dalam aturan yang lebih rendah (undang-undang). Oleh karena itulah, undang-undang tentang pembatasan utang negara tetap dibutuhkan guna mengontrol kebijakan utang pemerintah. Jika pemerintah tidak ada kemauan menyusun RUU tersebut, DPR dapat mengambil inisiatif terlebih dahulu sesuai dengan fungsi-fungsi legislasinya.(yenny sucipto)