Selasa, 06 April 2010

Anggaran Rakyat Untuk Menggusur Rakyat

Peneliti: Yenny Sucipto

Meningkatnya represifitas pemerintah daerah terhadap kaum marjinal perkotaan berangkat dari persepsi yang salah tentang kecantikan dan keindahan kota . Persepsi itu bertolak dari “paradigma naif” yang memandang bahwa kecantikan kota identik dengan kesejahteraan. Oleh karenanya, rakyat miskin tidak boleh tinggal di kota agar kota terlihat indah, karena indah = sejahtera. Implementasi “paradigma naif” itu sangat mudah terlihat ketika membedah kebijakan Anggaran untuk DKI Jakarta.

Dalam kurun waktu 3 tahun, antara 2008 – 2010 alokasi anggaran untuk Satpol PP sudah mencapai Rp 894,8 milyar. Dalam 3 tahun berturut – turut mengalami kenaikan dari Rp 138,3 milyar tahun 2008, Rp 346,7 milyar tahun 2007 dan Rp 409,8 milyar untuk tahun 2010.

Dari besaran alokasi anggaran Satpol PP yang ada, untuk alokasi program peningkatan kinerja ketentraman dan ketertiban umum saja membutuhkan anggaran sebesar Rp 211,4 milyar. Dan salah satu program untuk melakukan penggusuran dan razia yaitu yang khusus untuk kegiatan Pengawasan dan Penertiban PMKS, PK5, PSK dan Gangguan sosial lainnya teralokasi sebesar Rp 9,2 milyar dan untuk kegiatan Penertiban Bangunan/Gubuk Lliar/Sengketa Tanah sebesar Rp 1,8 milyar.Bahkan untuk gaji, tunjangan dan tambahan gaji PNS berdasarkan beban kerja mencapai Rp 132,9 milyar.

Ironis, jika anggaran tersebut dibandingkan dengan alokasi kesehatan untuk program penurunan Angka Kematian Ibu dan Anak yang hanya sebesar Rp 366,8 juta, program peningkatan Kesehatan Anak Balita sebesar Rp 200 juta, program peningkatan Mutu Pelayanan Kesehatan Rp 270 juta dan program peningkatan Gizi Masyarakat hanya sebesar Rp 150 juta saja.

Dari alokasi anggaran di atas sudah dapat diketahui jika Pemprov DKI lebih memilih “kesejahteraan semu” dengan cara menggusur dan merazia lalu membangun taman dan patung sehingga kota terlihat indah dan tidak kumuh, daripada kesejahteraan yang sesungguhnya melalui pemenuhan pelayanan dasar khususnya di bidang pendidikan dan kesehatan. Dengan model APBD seperti itu, dapat dipastikan bahwa di DKI harus tetap dilakukan penggusuran dan razia setiap tahunnya, tidak peduli apakah PKL, PSK, pengemis dan gelandangannya masih ada atau tidak, karena anggarannya memang dialokasikan (disediakan) rutin setiap tahun.

Tidak ada komentar: