Kamis, 31 Desember 2009

CATATAN ANGGARAN KEPOLISIAN TAHUN 2009

Anggaran kepolisian di tahun 2009 sebesar Rp 25,7 triliun. Anggaran ini jauh lebih tinggi dibandingkan tahun 2008 yang baru mencapai Rp 21,2 triliun. Anggaran tersebut dialokasikan bagi 1.052 satuan kerja (terdapat penambahan 15 satker dibandingkan 2008 karena pemekaran daerah).

Sumber anggaran kepolisian tersebut terdiri dari: rupiah murni sebesar Rp 23,1 triliun, rupiah murni pendamping Rp 200 milyar, Pinjaman Luar Negeri sebesar Rp 883,7 milyar, dan PNBP sebesar Rp 1,5 triliun.

Sesuai dengan RKA-KL Kepolisian sebelumnya, anggaran tersebut digunakan untuk berbagai program prioritas antara lain:
1. Penerapan Kepemerintahan Yang Baik Rp 16,7 triliun
2. Pengembangan SDM Kepolisian Rp 337,6 milyar
3. Pengembangan Sarana dan Prasarana Kepolisian Rp 2,6 triliun
4. Pengembangan Strategi Keamanan dan Ketertiban Rp 68,4 milyar
5. Pemberdayaan Potensi Keamanan Rp 162,8 milyar
6. Pemeliharaan Kamtibmas Rp 5,4 triliun
7. Penyelidikan dan Penyidikan Tindak Pidana Rp 552,8 milyar
8. Kerjasama Keamanan dan Ketertiban Rp 29,1 milyar

Berdasarkan hasil analisis, sebagian besar anggaran di tubuh Kepolisian masih diporsikan untuk belanja pegawai sebesar 60,2% (Rp 15,6 triliun) yang tertuang di dalam proram kepemerintahan yang baik. Peningkatan sebesar Rp 4,5 triliun anggaran kepolisian tahun 2009 sebagian besar didasarkan pada alasan kebutuhan ekstra pengamanan Pemilu 2009 yang mencapai Rp 1,8 triliun (Rp 1,5 triliun untuk kegiatan operasi pengamanan dan Rp 213 milyar untuk pengadaan materiil pendukung pengamanan Pemilu) serta pembentukan satker-satker baru (polres dan polsek) sebagai implikasi pemekaran daerah.

Yang menarik adalah anggaran bagi pengembangan SDM Kepolisian yang sebenarnya cukup besar yaitu mencapai Rp 337,6 milyar. Anggaran ini cukup urgen bagi Polri mengingat masih lemahnya profesionalisme tubuh Polri yang ditunjukkan dari berbagai penanganan kasus yang sangat diskriminatif dan jauh dari rasa keadilan. Penangkapan dan penahanan yang sewenang-wenang terhadap kasus-kasus kecil seperti kasus Minah dengan 3 buah kakao, Kakek Klijo dengan pisang klutuk di Sleman, 3 orang dengan 1 butir semangka di Kediri menunjukkan masih banyaknya anggota Polri khususnya di tingkat Sektor (Kecamatan) dalam memahami hukum, moral dan keadilan. Penegakan hukum semata-mata didasarkan pada positivisme an sich (apa yang ada di atas kertas/aturan). Moral dan keadilan sama sekali lepas dari pertimbangan-pertimbangan anggota Polri dalam penanganan kasus. Akibatnya kewenangan menerapkan diskresi yang dimiliki Polri seringkali tidak tepat digunakan. Dalam kasus Minah dan Klijo misalnya, dengan kewenangan diskresi yang dimiliki seharusnya kasus tersebut bisa didamaikan justru malah diteruskan ke meja hijau disertai penahanan. Begitu pula dalam kasus perkelahian anak (Raju) yang baru berusia 9 tahun yang juga seharusnya berujung damai, pun juga diproses sampai pengadilan.

Jika melihat anggaran pengembangan SDM Kepolisian yang mencapai Rp 337,6 milyar, seharusnya di tahun 2009 ini wajah penegakan hukum yang dilaksanakna Polri lebih profesional dan berkeadilan, namun sayangnya hal ini belum terwujud. Sebaliknya penegakan hukum masih berwajah diskriminatif dan jauh dari rasa keadilan. Oleh karena itu, ke depan (2010) khusus untuk anggaran pengembangan SDM Kepolisian tersebut perlu dievaluasi secara komprehensif agar lebih efektif dalam membangun Polri yang profesional dan adil dalam penegakan hukum. (yenny sucipto)

Tidak ada komentar: